Makam Syekh Syarif Hidayatullah
Sunan Gunung Jati Cirebon
Oleh: Nur Syamsiyah (123411117/PM-5A)
Kota
Cirebon merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang cukup terkenal berkat
adanya makam Syarif Hidayatullah, seorang mubaligh, pemimpin spiritual, dan
sufi yang juga dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Peristirahatan
terakhir Sunan Gunung Jati dan keluarganya ini disebut dengan nama Wukir
Sapta Rengga. Makam ini terdiri dari sembilan tingkat, dan pada tingkat
kesembilan inilah Sunan Gunung Jati dimakamkan. Sedangkan tingkat kedelapan ke
bawah adalah makam keluarga dan para keturunannya, baik keturunan yang dari Kraton
Kanoman maupun keturunan dari Kraton Kasepuhan.
![]() |
Komplek Makam Sunan Gunung Jati |
Di makam
ini terdapat pasir malela yang berasal dari Mekkah yang dibawa
langsung oleh Pangeran Cakrabuana, putera Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi
dari Kerajaan Padjadjaran. Karena proses pengambilan pasir dari Mekkah itu
membutuhkan perjuangan yang cukup berat, maka pengunjung dan juru kunci yang
akan keluar dari kompleks makam ini harus membersihkan kakinya terlebih dahulu,
agar pasir tidak terbawa keluar kompleks walau hanya sedikit. Larangan tersebut
merupakan instruksi langsung dari Pangeran Cakrabuana sendiri.
![]() |
Para Peziarah Sedang Istighosah di Makam Sunan Gunung Jati |
Makam
yang menempati lahan seluas 4 hektar ini merupakan obyek wisata ziarah yang
banyak dikunjungi oleh para wisatawan/peziarah baik dari Cirebon maupun
kota-kota sekitarnya. Kedatangan para peziarah itu biasanya berlangsung pada
waktu-waktu tertentu seperti Jumat Kliwon, peringatan maulud Nabi Muhammad SAW,
ritual Grebeg Syawal, ritual Grebeg Rayagung, dan ritual pencucian jimat.
Bangunan
makam Sunan Gunung Jati memiliki gaya arsitektur yang unik, yaitu kombinasi
gaya arsitektur Jawa, Arab, dan Cina. Arsitektur Jawa terdapat pada atap
bangunan yang berbentuk limasan. Arsitektur Cina tampak pada desain interior
dinding makam yang penuh dengan hiasan keramik dan porselin. Selain menempel pada dinding makam, benda-benda antik
tersebut juga terpajang di sepanjang jalan makam. Semua benda itu sudah berusia
ratusan tahun, namun kondisinya masih terawat. Benda-benda tersebut dibawa oleh
istri Sunan Gunung Jati, Nyi Mas Ratu Rara Sumandeng dari Cina sekitar abad
ke-13 M. Sedangkan arsitektur Timur Tengah
terletak pada hiasan kaligrafi yang terukir indah pada dinding dan bangunan
makam itu.
Keunikan
lainnya tampak pada adanya sembilan pintu makam yang tersusun bertingkat.
Masing-masing pintu tersebut mempunyai nama yang berbeda-beda, secara berurutan
dapat disebut sebagai berikut: pintu gapura, pintu krapyak, pintu pasujudan,
pintu ratnakomala, pintu jinem, pintu rararoga, pintu kaca, pintu bacem, dan
pintu kesembilan bernama pintu teratai. Semua pengunjung hanya boleh memasuki
sampai pintu ke lima saja. Sebab pintu ke enam sampai ke sembilan hanya
diperuntukkan bagi keturunan Sunan Gunung Jati sendiri.
Kompleks
makam ini juga dilengkapi dengan dua buah ruangan yang disebut dengan Balaimangu
Majapahit dan Balaimangu Padjadjaran. Balaimangu Majapahit merupakan bangunan
yang dibuat oleh Kerajaan Majapahit untuk dihadiahkan kepada Sunan Gunung Jati
sewaktu ia menikah dengan Nyi Mas Tepasari, putri dari salah seorang pembesar
Majapahit yang bernama Ki Ageng Tepasan. Sedangkan Balaimangu Padjadjaran
merupakan bangunan yang dibuat oleh Prabu Siliwangi untuk dihadiahkan kepada
Syarif Hidayatullah sewaktu ia dinobatkan sebagai Sultan Kesultanan Pakungwati
(kesultanan yang merupakan cikal bakal berdirinya Kesultanan Cirebon).
Selain
terkenal dengan arsitektur bangunannya yang unik, obyek wisata ziarah makam
Sunan Gunung Jati ini juga terkenal dengan berbagai macam ritualnya, yaitu
ritual Grebeg Syawal, Grebeg Rayagung, dan pencucian jimat. Grebeg Syawal ialah
tradisi tahunan yang diselenggarakan setiap hari ke 7 di bulan Syawal, untuk
mengenang dan melestarikan tradisi Sultan Cirebon dan keluarganya yang
berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati setiap bulan itu. Sedangkan Grebeg
Rayagung ialah kunjungan masyakat setempat ke makam yang diadakan setiap hari
raya Iduladha. Selain itu, terdapat juga ritual tahunan pada hari ke-20 di
bulan Ramadhan, tradisi itu disebut “pencucian jimat” dan benda-benda pusaka
(gamelan dan seperangkat alat pandai besi) yang merupakan benda peninggalan
Sunan Gunung Jati. Tradisi ini dilaksakan setelah shalat shubuh, bertujuan
untuk memperingati Nuzulul Qur‘an yang jatuh pada tanggal 17 Ramadhan
0 komentar: