RSS


Tradisi Panjang Jimat Untuk Memperingati Maulid Nabi di Keraton Cirebon
Narasumber: Bapak Iman (Abdi Dalem Keraton Cirebon)
 Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Islam & Budaya Jawa
Oleh: Nur Syamsiyah (123411117/PM-5A)
 

wawancara narasumber (Bpk. Iman)
Tradisi Panjang Jimat sudah ada semenjak Sunan Gunung Jati yakni Syekh Syarif Hidayatullah. Tradisi ini diadakan dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Namun banyak yang mengira bahwa tradisi ini dikaitkan dengan hal mistis, dikarenakan adanya sebutan jimat. Sebenarnya kata Panjang Jimat ini mempunyai kepanjangan yaitu “Sepanjang hidup umat islam harus memegang teguh Jimat”, Jimat yang dimaksud disini adalah menurut bahasa jawa Cirebon yaitu “Siji sing kudu dirumat” yang berarti “satu yang haarus dijaga yaitu “Syahadat”

Keraton Kasepuhan Cirebon
Upacara panjang jimat merupakan puncak acara peringatan maulid Nabi di tiga keraton. Di keraton Kanoman, upacara digelar pada malam hari ba’da isya yang ditandai dengan sembilan kali bunyi lonceng Gajah Mungkur yang berada di gerbang depan keraton. Suara lonceng tersebut merupakan tanda dibukanya upacara panjang jimat.
Setelah lonceng dibunyikan, Pangeran Patih PRM Qodiran mewakili Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Emirudin yang menggunakan jubah Emas keluar dari ruang mande mastaka menuju bangsal jinem. Di bangsal Jinem, pangeran menerima sungkem dari pangeran komisi, Rohim, sebagai tanda dimulainya proses panjang jimat. Selama prosesi upacara digelar, Pangeran Patih sama sekali tidak diperkenankan bicara sepatah kata pun. Ini dilakukan sebagai simbol istiqomah.
Tidak hanya genderang lonceng dibunyikan, tanda pembukaan upacara panjang jimat juga ditandai dengan tiupan pluit yang mengisyaratkan kepada warga agar memberikan jalan bagi iring-iringan famili yang diikuti abdi dalem menuju langgar alit yang berjarak sekitar 500 meter.
Pendopo di Keraton Kasepuhan Cirebon
Setelah pangeran komisi memberikan sungkem kepada Pangeran Patih, iring-iringan mulai berjalan. Pangeran patih bersama famili berada paling depan. Dalam perjalan menuju langgar alit, seluruh iring-iringan membacakan sholawat nabi. Kemudian diikuti rombongan wanita bangsawan yang tidak sedang datang bulan. Mereka membawa barang pusaka keraton, dan perlengkapan rumah tangga seperti piring, lodor, kendi dan barang peningglan sejarah lainnya.
Perjalanan rombongan diawali dari depan pendopo keraton, kemudian melewati Pintu Si Blawong yang dibuka hanya pada prosesi maulid saja dan berakhir di Masjid Agung Kanoman yang dibangun tahun 1679 Masehi.
Saat perjalanan menuju masjid, ribuan warga berebut memadati sepanjang jalan yang dilewati rombongan. Tidak sedikit, warga yang sengaja menghamiri sultan hanya untuk bersalaman dan berharap mendapat berkah. Setelah tiba di masjid, seluruh rombongan duduk rapi di dalam masjid. Ditempat itu, turut dibacakan riwayat Nabi,pembacaan barjanji, kalimat Thoyyibah, sholawat Nabi dan ditutup dengan berdoa bersama.
Setelah proses doa bersama selesai, seluruh rombongan kembali ketempat semulia. Pangeran Patih dan famili langsung masuk kedalam keraton. Sementara, rombongan yang membawa benda pusaka kembali menuju langgar alit (mushola kecil).
Setelah acara usai, biasanya tengah malam, seluruh nasi dan lauk pauk yang dibawa rombongan dibagikan kepada keluarga sultan, famili, abdi dalem, dan seluruh warga yang berada di luar halaman masjid.







0 komentar:

Posting Komentar